Senin, 04 Juli 2011

Iman dengan Logika

  MENCAPAI KEIMANAN DENGAN LOGIKA

  Keimanan adalah keyakinan, yang dalam Islam wajib dicapai dengan penuh
  kesadaran dan pengertian, karena hanya dengan inilah kesetiaan tunggal pada
  Islam (tauhid) bisa diharapkan, seperti halnya seorang fisikawan yang telah
  yakin akan keakuratan instrumennya, sehingga ia pun segera berbuat sesuatu,
  begitu instrumen itu mengabarkan existensi radiasi atom yang tidak pernah
  bisa dideteksi oleh indera fisikawan itu sendiri.

  FITRAH MANUSIA

  Sejak adanya manusia, manusia memiliki berbagai ciri-ciri (fitrah) yang
  membedakannya dari mahluk lain. Manusia memiliki intuisi untuk memilih dan
  tidak mau menyerah pada hukum-hukum alam begitu saja. Manusia bisa
  mengerjakan sesuatu yang berlawanan dengan nalurinya, misal makan meski
  sudah kenyang (karena menghormati tuan rumah), atau tidak melawan meski
  disakiti (karena menjaga perasaan orang). Hal ini tidak ada pada binatang.
  Seekor kucing yang sudah kenyang tak mau lagi mencicipi makanan yang enak
  sekalipun.

  Manusia memiliki kemampuan mewariskan kepada manusia lain (atau
  keturunannya) hal-hal baru yang telah dipelajarinya. Inilah asal peradaban
  manusia. Hal ini tidak terdapat pada binatang. Seekor kera yang terlatih
  main musik dalam circus tidak akan mampu melatih kera lainnya. Seekor kera
  hanya bisa melatih seekor anak kera pada hal-hal yang memang nalurinya
  (memanjat, mencari buah).

  Kesamaan manusia dengan binatang hanya pada kebutuhan eksistensialnya
  (makan, minum, istirahat dan melanjutkan keturunan).

  MANUSIA MENCARI HAKEKAT HIDUPNYA

  Manusia yang telah terpenuhi kebutuhan eksistensialnya akan mulai
  mempertanyakan, untuk apa sebenarnya hidup itu. Hal ini karena manusia
  memiliki kebebasan memilih, mau hidup atau mati. Karena faktor non
  naluriahnya, manusia bisa putus asa dan bunuh diri, sementara tidak ada
  binatang yang bunuh diri kecuali hal itu dilakukannya dalam rangka
  mempertahankan eksistensinya juga (pada lebah misalnya).

  Pertanyaan tentang hakekat hidup ini yang memberi warna pada kehidupan
  manusia, yang tercermin dalam kebudayaan, yang digunakannya untuk mencapai
  kepuasan ruhaninya.

  MANUSIA MEMBUTUHKAN TUHAN

  Dalam kondisi gawat yang mengancam eksistensinya (misalnya terhempas ombak
  di tengah samudra, sementara pertolongan hampir mustahil diharapkan),
  fitrah manusia akan menyuruh untuk mengharapkan suatu keajaiban.

  Demikian juga ketika seseorang sedang dihadapkan pada persoalan yang sulit,
  sementara pendapat dari manusia lainnya berbeda-beda, ia akan mengharapkan
  petunjuk yang jelas yang bisa dipegangnya. Bila manusia tersebut menemukan
  seseorang yang bisa dipercayainya, maka dalam kondisi dilematis ini ia
  cenderung merujuk pada tokoh idolanya itu.

  Dalam kondisi seperti ini, setiap manusia cenderung mencari "sesembahan".
  Mungkin pada kasus pertama, sesembahan itu berupa dewa laut atau sebuah
  jimat pusaka. Pada kasus kedua, "sesembahan" itu bisa berupa raja
  (pepunden), bisa juga berupa tokoh filsafat, pemimpin revolusi bahkan
  seorang dukun yang sakti.

  TANDA-TANDA EKSISTENSI TUHAN

  Di luar masalah di atas, perhatian manusia terhadap alam sekitarnya
  membuatnya bertanya, "Mengapa bumi dan langit bisa sehebat ini, bagaimana
  jaring-jaring kehidupan (ekologi) bisa secermat ini, apa yang membuat
  semilyar atom bisa berinteraksi dengan harmoni, dan dari mana hukum-hukum
  alam bisa seteratur ini".

  Pada masa lalu, keterbatasan pengetahuan manusia sering membuat mereka
  cepat lari pada "sesembahan" mereka setiap ada fenomena yang tak bisa
  mereka mengerti (misal petir, gerhana matahari). Kemajuan ilmu pengetahuan
  alam kemudian mampu mengungkap cara kerja alam, namun tetap tidak mampu
  memberikan jawaban, mengapa semua bisa terjadi.

  Ilmu alam yang pokok penyelidikannya materi, tak mampu mendapatkan jawaban
  itu pada alam, karena keteraturan tadi tidak melekat pada materi. Contoh
  yang jelas ada pada peristiwa kematian. Meski beberapa saat setelah
  kematian, materi pada jasad tersebut praktis belum berubah, tapi
  keteraturan yang membuat jasad tersebut bertahan, telah punah, sehingga
  jasad itu mulai membusuk.

  Bila di masa lalu, orang mengembalikan setiap fenomena alam pada suatu
  "sesembahan" (petir pada dewa petir, matahari pada dewa matahari), maka
  seiring dengan kemajuannya, sampailah manusia pada suatu fikiran, bahwa
  pasti ada "sesuatu" yang di belakang itu semua, "sesuatu" yang di belakang
  dewa petir, dewa laut atau dewa matahari, "sesuatu" yang di belakang semua
  hukum alam.

  "Sesuatu" itu, bila memiliki sifat-sifat ini:

  1. Maha Kuasa
  2. Tidak tergantung pada yang lain
  3. Tak dibatasi ruang dan waktu
  4. Memiliki keinginan yang absolut

  maka dia adalah Tuhan, dan berdasarkan sifat-sifat tersebut tidak mungkin
  zat tersebut lebih dari satu, karena dengan demikian berarti satu sifat
  akan tereliminasi karena bertentangan dengan sifat yang lain.

  TUHAN BERKOMUNIKASI VIA UTUSAN

  Kemampuan berfikir manusia tidak mungkin mencapai zat Tuhan. Manusia hanya
  memiliki waktu hidup yang terhingga. Jumlah materi di alam ini juga
  terhingga. Dan karena jumlah kemungkinannya juga terhingga, maka manusia
  hanya memiliki kemampuan berfikir yang terhingga. Sedangkan zat Tuhan
  adalah tak terhingga (infinity). Karena itu, manusia hanya mungkin
  memikirkan sedikit dari "jejak-jejak" eksistensi Tuhan di alam ini. Adalah
  percuma, memikirkan sesuatu yang di luar "perspektif" kita.

  Karena itu, bila tidak Tuhan sendiri yang menyatakan atau "memperkenalkan"
  diri-Nya pada manusia, mustahil manusia itu bisa mengenal Tuhannya dengan
  benar. Ada manusia yang "disapa" Tuhan untuk dirinya sendiri, namun ada
  juga yang untuk dikirim kepada manusia-manusia lain. Hal ini karena
  kebanyakan manusia memang tidak siap untuk "disapa" oleh Tuhan.

  UTUSAN TUHAN DIBEKALI TANDA-TANDA

  Tuhan mengirim kepada manusia utusan yang dilengkapi dengan tanda-tanda
  yang cuma bisa berasal dari Tuhan. Dari tanda-tanda itulah manusia bisa
  tahu bahwa utusan tadi memang bisa dipercaya untuk menyampaikan hal-hal
  yang sebelumnya tidak mungkin diketahuinya dari sekedar mengamati alam
  semesta. Karena itu perhatian yang akan kita curahkan adalah menguji,
  apakah tanda-tanda utusan tadi memang autentik (asli) atau tidak.

  Pengujian autentitas inilah yang sangat penting sebelum kita bisa
  mempercayai hal-hal yang nantinya hanyalah konsekuensi logis saja. Ibarat
  seorang ahli listrik yang tugas ke lapangan, tentunya ia telah menguji
  avometernya, dan ia telah yakin, bahwa avometer itu bekerja dengan benar
  pada laboratorium ujinya, sehingga bila di lapangan ia dapatkan hasil ukur
  yang sepintas tidak bisa dijelaskanpun, dia harus percaya alat itu. Seorang
  fisikawan adalah seorang manusia biasa, yang dengan matanya tak mungkin
  melihat atom. Tapi bila ia yakin pada instrumentasinya, maka ia harus
  menerima apa adanya, bila instrumen tersebut mengabarkan jumlah radiasi
  yang melebihi batas, sehingga misalnya reaktor nuklirnya harus segera
  dimatikan dulu.

  Karena yakin akan autentitas peralatannya, seorang astronom percaya adanya
  galaksi, tanpa perlu terbang ke ruang angkasa, seorang geolog percaya
  adanya minyak di kedalaman 2000 meter, tanpa harus masuk sendiri ke dalam
  bumi, dan seorang biolog percaya adanya dinosaurus, tanpa harus pergi ke
  zaman purba.

  Keyakinan pada autentitas inilah yang disebut "iman". Sebenarnya tak ada
  bedanya, antara "iman" pada autentitas tanda-tanda utusan Tuhan, dengan
  "iman"-nya seorang fisikawan pada instrumennya. Semuanya bisa diuji. Karena
  bila di dunia fisika ada alat yang bekerjanya tidak stabil sehingga tidak
  bisa dipercaya, ada pula orang yang mengaku utusan Tuhan tapi tanda-tanda
  yang dibawanya tidak kuat, sehingga tidak pula bisa dipercaya.

  MENGUJI AUTENTITAS TANDA-TANDA DARI TUHAN

  Tanda-tanda dari Tuhan itu hanya autentis bila menunjukkan keunggulan
  absolut, yang hanya dimungkinkan oleh kehendak penciptanya (yaitu Tuhan
  sendiri). Sesuai dengan zamannya, keunggulan tadi tidak tertandingi oleh
  peradaban yang ada. Dan orang pembawa keunggulan itu tidak mengakui hal itu
  sebagai keahliannya, namun mengatakan bahwa itu dari Tuhan !!!

  Pada zaman Nabi Musa, ketika ilmu sihir sedang jaya-jayanya, Nabi Musa yang
  diberi keunggulan mengalahkan semua ahli sihir, justru mengatakan bahwa ia
  tidak belajar sihir, namun semuanya itu hanya karena ijin Tuhan semata.

  Demikian juga Nabi Isa, yang menyembuhkan penyakit yang tidak bisa
  disembuhkan, meski masyarakatnya merupakan yang termaju dalam ilmu
  pengobatan pada masanya. Toh Nabi Isa hanya mengatakan semua itu karena
  kekuasaan Tuhan semata, dan ia bukan seorang tabib.

  Dan Nabi Muhammad? Tanda-tanda beliau sebagai utusan yang utama adalah
  Al-Quran. Pada saat itu Mekkah merupakan pusat kesusasteraan Arab, tempat
  para sastrawan top mengadu kebolehannya. Dan meski pada saat itu semua
  orang takjub pada keindahan ayat-ayat Al-Quran yang jauh mengungguli semua
  puisi dan prosa yang pernah ada, Nabi Muhammad hanya mengatakan, ayat itu
  bukan bikinannya, tapi datangnya dari Allah.

  Itu 14 abad yang lalu. Pada masa kini, ketika ilmu alam berkembang pesat,
  terbukti pula, bahwa kitab Al-Quran begitu teliti. Tidak ada ayat yang
  saling bertentangan satu sama lain. Dan tak ada pula ayat Al-Quran yang
  tidak sesuai dengan fakta-fakta ilmu alam.

  Di sisi lain, fenomena pembawa ajaran itu juga menunjukkan sisi
  autentitasnya. Meski mereka:

     * orang biasa yang tidak memiliki kekuatan dan kekuasaan, juga tidak
       join dengan penguasa atau yang bisa menjamin kesuksesannya;
     * menyebarkan ajaran yang melawan arus, bertentangan dengan tradisi yang
  lazim di masyarakatnya;

  mereka berhasil dengan ajarannya, dan keberhasilan ini sudah diramalkan
  lebih dulu pula, dan semua itu dikatakannya karena Tuhanlah yang
  menolongnya.

  KONSEKWENSI SETELAH MEYAKINI AUTENTITAS TANDA-TANDA KENABIAN MUHAMMAD

  Setelah kita menguji autentitas tanda-tanda kenabian Muhammad dengan
  menggunakan segala piranti logika yang kita miliki, dan kita yakin bahwa
  itu asli berasal dari Tuhan, maka kita harus menerima apa adanya yang
  disebutkan oleh kitab Al-Quran maupun oleh hadits yang memang teruji
  autentis berasal dari Muhammad.

  Dan ajaran Nabi Muhammad saw ini adalah satu-satunya ajaran autentis dari
  Allah, yang diturunkan kepada penutup para utusan, tidak tertuju ke satu
  bangsa saja, tapi ke seluruh umat manusia, sampai akhir zaman.

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More